purana merupakan salah satu sumber ajaran hindu. kata Purana berasal dari dua kata, yaitu "pura" dan "ana". kata Pura bearti jaman kuno dan Ana berarti mengatakan. jadi purana adalah sejarah kuno. pada dasarnya Purana berisi cerita dewa-dewa, raja-raja, dan rsi kuno. Purana berarti juga ceritera kuno, penceritra sejarah, koleksi ceritra. dan di setiap ceritra yang ada pada purana intinya mengandung ajaran agama.
mempelajari Purana dan Itihasa adalah langkah pertama untuk mempelajari Catur Weda Samhita. karena dengan mempelajari Purana kita akan bisa memahami ajaran-ajaran dalam catur veda. dalam Vayu Purana I.201, dijelaskan sebagai berikut:
"Itihasa puranabhyam vedam samupabrmhayet
Bibhettyalpasrutad Vedo mamayam praharisyati"
Artinya:
"Hendaknya veda dijelaskan melalui Itihasa dan Purana. veda merasa takut kalau sesorang bodoh membacanya. Veda berfikir, bahwa dia (orang bodoh) itu akan memukulnya."

kutipan sloka tersebut menjelaskan bahwa weda dapat dipelajari dengan ithasa dan purana. weda tidak pernah melarang umatnya untuk mempelajarinya, hanya saja veda memberikan pilihan bagi umat yang pengetahuannya belum mendalam untuk mempelajari veda melalui referensi-referensi yang membahas ajaran veda dengan bahasa yang mudah dipahami. untuk mempelajari veda harus memiliki pengetahuan yang luas (komprehensif) agar tidak terjadi kekeliruan dalam mengartikan ajaran yang terkadung pada tiap mantra Veda tersebut.

kata "pura" dalam purana mengandung 2 pengertian yaitu yang lalu dan masa yang akan datang. ada lima (5) unsur penting dalam kitab-kitab purana, yaitu:
1. Sarga (ciptaan alam semesta yang pertama)
2. pratisarga (ciptaan alam semesta yang kedua)
3. vamsa (keturunan raja-raja dan rsi-rsi)
4. manvantara (perubahan Manu-manu)
5. vamsanucarita (diskripsi keturunan yang akan datang)

Adapun ajaran sradha yang terkandung dalam Purana adalah sebagai berikut:
1. Brahmavidya
purana sebagai ajaran yang memberikan tuntunan kepada umat Hindu menguraikan tentang ajaran Brahmavidya (pengetahuan ketuhanan). ajaran ketuhanan yang terkandung dalam purana menunjukan heterogenitas. hal ini dibuktikan bahwa dalam purana semua dewa dipuja dan diagungkan.

2. Atmavidya
kata atma atau atman berarti nafas, jiwa atau roh. roh disebut dengan berbagai nama seperti asu, manas, atman yang dipisahkan dengan badan. dalam Garuda purana dijelaskan keberadaan sorga dan neraka sebagai tempat bagi atman menikmati karmanya di alam akhirat setelah meninggal.

3. Kharmaphala
karmaphala diuraikan dalam beberapa kitab purana antara lain Visnu purana, Bhagavata purana (VII.15.47-49), Brahmananda Purana, dan Matsya Purana (39.25)

4. Samsara / Punarjanma
samsara/ punarjanma adalah keyakinan bahwa akan adanya kelahiran kembali/ kelahiran yang berulang kali. Konsep ajaran samsara/ punarjanma diuraikan dalam Bhagavata purana (III.30.I-40)
5. Moksa
moksa adalah tiada keterikatan atma dan bersatunya atma dengan Brahman. uraian tentang ajaran moksa terdapat dalam beberapa kitab purana, yaitu :kitab brahmanda purana (3.4.3.58-60), kitab matsya purana (180.52; 183-37; 185.15; 193.40), dan dalam kitab Vayu purana (104.94).

Demikianlah bagaimana ajaran Panca sradha yang merupakan dasar agama Hindu dijelaskan dalam kitab-kitab purana. dengan demikian dalam mempelajari ajaran suci veda dapat dimulai dengan mempelajari kitab-kitab purana.


PUSTAKA
- Veda, materi kuliah Veda untuk program D.II pendidikan agama Hindu.
 
BUDAYA HINDU – SENI KEAGAMAAN HINDU

Kehidupan masyarakat pada dasarnya dapat dilihat dari berbagai macam aspek, misalnya tingkah laku kehidupan sehari-hari pada satu komunitas kelompok kemasyarakatan. Tingkah laku kehidupan di masing-masing kelompok adalah berbeda-beda yang disesuaikan dengan keadaan lingkungan tempat kelompok itu berada. Kebiasaan atas tingkah laku yang ditunjukan oleh suatu komunitas masyarakat tersebut dinamakan dengan tradisi. Tradisi ini timbul dari kebudayaan yang terdapat dalam kelompok tertentu.

Kebudayaan memiliki banyak aspek. Budaya dapat diartikan sebagai segala hasil cipta, rasa dan karsa manusia untuk membantu kehidupannya. Maka dengan hal ini keberadaan seni yang ada daam masyarakat termasuk salah satu hasil dari kebudayaan yang tercipta dari kreatifitas rasa karsa manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Dalam pelaksanaan keagamaan agama Hindu, umat senantiasa mengimplementasikannya dalam bentuk seni, sehingga dalam pelaksanaan upacara agama senantiasa dibarengi dengan seni. Dalam bahasa sansekerta “Seni” berasal dari kata “San” yang berarti persembahan dalam upacara agama. Sehingga tidak salah kalau pelaksanaan upacara Agama Hindu terdapat banyak sekali unsur-unsur seni didalam pelaksanaannya, baik yang berupa sesajen, suara (dharma gita), gambelan, dan gerak (Tari, sikap mudra Slinggih). Hal ini menjadikan Seni dan Agama adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, karena pelaksanaan Ajaran Agama Hindu di lakukan dengan seni.

1. PENGERTIAN SENI

Secara sederhananya seni dapat diartikan sebagai hasil ciptaan atau buah dari pikiran manusia yang diungkapan dalam wujud dan suara yang dapat didengarkan yang ditunjukan dengan kemahiran teknis sehingga dapat memberikan kebahagiaan hati dan hidup.

Pada awalnya seni sepenuhnya diabdikan untuk pelaksanaan upacara agama. Tapi lama kelamaan, seni juga diciptakan sebagai alat untuk memuaskan hati dan pikiran manusia, sehingga seni juga dijadikan sebagai hiburan.

2. PEMBAGIAN SENI

Di atas telah disebutkan bahwa seni selain dijadikan untuk persembahan keagamaan juga dijadikan sebagai hiburan. Maka seni ada yang sifatnya Sakral dan Profan. Seni memiliki beberapa aspek seperti dalam bentuk gerak, suara, dan bentuk. Terkait dengan aspek dari seni tersebut maka seni dapat dibagi menjadi 4 bagian yaitu Seni Tari, Seni Suara, Seni Gambelan, dan Seni Bangunan.

a). Seni Tari

tari merupakan pencetusan atau ungkapan jiwa manusia melalui gerak ritmis yang dapat menimbulkan daya pesona. Gerak ritmis merupakan gerak yang dilakukan secara spontanitas, penuh dengan penjiwaan, dan berirama sehingga dapat menggugah si penari ataupun bagi penonton. Ungkapan jiwa merupakan cetusan atas rasa dan emosional yang juga disertai dengan kehendak. Daya pesona merupakan rasa yang terlintas, seperti adanya rasa indah, lembut, keras, menggelikan, marah dan sebagainya. Seni tari biasanya digunakan dalam rangkaian upacara agama dan ada juga yang semata-mata untuk hiburan. Di bali pada khususnya membedakan adanya tari sacral dan tari profane, yaitu :

Ø  Tari Wali/bali

Tari wali merupakan tari yang dipentaskan sebagai rangkaian dalam pelaksanaan upacara dan bersifat sacral. Dikatakan sacral dapat dilahat dari penarinya, dimana yang menjadi penari adalah anak-anak yang belum menstruasi dan orang tua yang sudah menefous / orang tua yang sudah habis masa menstruasinya. Contoh tari wali adalah : Tari Rejang, Tari Pendet, Tari Baris Upacara, Tari Sang Hyang. Contoh seni tari wali yang ada diluar bali adalah : Tari Bedaya Semang (Yogyakarta), Tari Sanyang/seblang (Jawa Timur), Tari Tor-tor (Sumatra), Tari Gantar (Kalimantan)

Ø  Tari Bebali

Tari Bebali bersifat semi sacral karena selain dipentaskan waktu pelaksanaan upacara keagamaan juga dapat bersifat sebagai hiburan. Tari Bebali biasanya memakai lakon dan disajikan sesuai ketentuan, menyesuaikan dengan perlengkapan menurut masing-masing upacara. Contoh : Seni pewayangan, Topeng, Gambuh, dll.

Ø  Tari Balih-Balihan

Tari yang tergolong Balih-balihan adalah semata-mata bertujuan untuk hiburan, akan tetapi tetap berdasarkan norma-norma seni budaya yang luhur. Contoh: tari legong, tari oleg, tari cak, janger, drama tari, dan lainnya.

b)      Seni Suara

Adalah suatu karya seni keagamaan yang menggunakan media suara atau vocal dalam agama Hindu yang disebut dengan Dharma Gita. Dalam dharma gita biasanya terdapat syair-syair yang sudah diringkas sedemikian rupa dan mengandung ajaran-ajaran tentang kebenaran ataupun keagamaan. Lagu-lagu dharma gita bila dinyanyikan akan dapat menimbulkan getaran didalam jiwa yang menyanyikannya dan juga bagi yang mendengarkannya. Getaran-getaran suci ini akan menciptakan suasana yang magis dan mengkhusukan bathin umat dalam menunjukan rasa bhaktinya kepada Ida Sang Hyang Widdhi. Mengingat peranan dharma gita yang dapat memberikan suasana suci, maka pelaksanaan Panca Yadnya pun senantiasa diiringi dengan nyanyian dharma gita ini.

Dalam dharma gita terdapat 4 jenis ataupun tingkatannya, yaitu:

1.      Tembang/sekar rare, Contoh : Gending guak maling taluh, meong-meong, dadong dauh, jejangeran, dan sang hyang.

2.      Tembang/sekar Alit, seperti: Pupuh Ginada, semarandana, durma, ginanti, pucung, pangkur, mijil, dandang gula, sinom, maskumambang.

3.      Tembang/sekar Madya, seperti : Kawitan warga sari, wargasari, kidung tantri, demung, malat, dan yang lainnya.

4.      Tembang/sekar Agung, contoh : Sronca, Totaka, Merdu komala, wirat, rai tiga, sardula, sragdara, dll.

*DHARMA GITA dan PANCA YADNYA

ü  Dewa yadnya = Kidung kawitan wargasari, wargasari

ü  Pitra Yadnya = Kidung Adri, Aji Kembang, Girisa

ü  Manusa Yadnya = kidung Tantri

ü  Butha Yadnya = pupuh Jerum

ü  Rsi Yadnya =

c)      Seni Tabuh

Adalah suatu karya seni yang dikumandangkan dengan alat-alat musik tradisional. Seni tabuh mempunyai fungsi sebagai pelaksana dan pengiring jalannya suatu upacara, seperti : Gambang, Saron, Slonding, Angklung, Gender Wayang, Balaganjur, Bebonangan, dan lain sebagainya.

d)     Seni Bangunan

Adalah karya nyata para undagi Hindu yang berwujud bangunan-bangunan yang bersifat sacral maupun profane, seperti bangunan pelinggih padmasana, Gedong, meru, Rong Tiga, Candi Bentar, Tugu Karang, Bangunan Tradisi dan yang lainnya.
 
Oleh :
Ni Nyoman Sunarti
Ni Luh Kadek Ayu Sumawati
Ni Luh Gede Setiarini
I Gusti Ngurah Agung Sandy Warman
Ni Putu Ayu Trisna Ardyani
======================================================================

KATA PENGANTAR



OM SWASTYASTU,

Puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas anugrah dan rahmat-Nya penulis dapat menyusun karya tulis ini.

Tujuan penulis membuat Paper yang berjudul RELEVANSI ETIKA Nyaya DALAM KEHIDUPAN UMAT Hindu DI BALI ini adalah tidak lain untuk menambah pengetahuan dan memperluas wawasan pemahaman tentang Darsana serta untuk memenuhi tugas yang diberikan dalam mengikuti mata kuliah Darsana

Penulis menyadari bahwa di dalam Paper ini masih banyak kekurangan, karena kami sebagai mahluk ciptaan tuhan menyadari bahwa setiap manusia tidak ada yang sempurna dan masih banyak memiliki kekurangan. Penulis harapkan saran dan kritik terutama dari pembaca agar karya tulis ini dapat menjadi lebih baik.



OM SANTIH, SANTIH ,SANTIH OM

=======================================================================



BAB I

PENDAHULUAN

1.3 Latar Belakang Masalah

Ajaran atau benih-benih filsafat India sebenarnya sudah dimulai aejak jaman Weda (6000-1000 Sebelum Masehi) pada saat kitab-kitab Mantra Samhita disusun. Perkembangan lebih jelas terlihat ketika kitab-kitab Upanisad disusun sekitar tahun 800-300 Sebelum Masehi, tidak jauh dengan masa tersebut disusun pula kitab-kitab Wiracarita (Ramayana dan Mahabharata juga Purana). Perkembangan yang sangat menonjol nampak pada masa disusunnya kitab-kitab sutra, sekitar tahun 500 SM sampai tahun 500 Masehi, seperti Brahmasutra yang disebut juga Vedanta Sutra oleh Badarayana ( yang diyakini juga sebagai Maha Rsi Vyasa ), Yoga Sutra oleh Patanjali, Samkhya Sutra oleh Kapila dan sebagainnya. Perkembangannya kemudian adalah pada jaman Scholastik sekitar tahun 200 Masehi. Jaman ini disebut jaman kemajuan dengan munculnya tokoh-tokoh besar seperti Sankaracarya (tokoh Advaita Vedanta), Ramanuja (tokoh visistadvaita), Madhva (tokoh Dvaita) dan yang lainnya.

Darsana adalah pandangan Maharsi atau para ahli tentang kebenaran ajaran Veda dan alam semesta. Darsana (Astika) menjadikan Veda sebagai sumber kajian. Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk memudahkan pemahaman terhadap ajaran yang terkandung dalam kitab suci. Dengan mempelajari Darsana akan lebih mudah mempelajari kitab suci. Darsana memberikan pencerahan (kejernihan) bagi umat dalam memahami serta mengamalkan ajaran agamanya.

Salah satu bagian dari Darsana adalah Nyaya. Tokoh pendiri filsafat Nyaya adalah Maharsi Gotama yang juga dikenal dengan nama Gautama atau Aksapada. Maka itu sistem Nyaya juga disebut sistem Aksapada. Sistem filsafat ini menaruh perhatian utama terhadap cara berfikir kritis bagi setiap siswa-siswa kerohanian. Maka itu sistem Nyaya dinamai pula Nyayavidya, Tarkasastra (ilmu yang penuh dengan pertimbangan) dan Anwiksaki (ilmu pengetahuan yang kritis). Tiap ilmu sebenarnya adalah suatu Nyaya artinya suatu penelitian yang analitis dan kritis. Pemikiran yang kritis untuk mendapatkan pengetahuan tentang realitas atau kebenaran bukanlah hanya dimiliki oleh sistem Nyaya, tetapi juga oleh sistem filsafat India yang lainnya. Karena pada hakikatnya sistem filsafat India bertujuan melepaskan keterikatan dan penderitaan di dunia untuk mencapai kelepasan. Kelepasan merupakan tujuan akhir dari kehidupan manusia yang dicapai melalui pengetahuan yang benar. Untuk mencapai tujuan ini sistem Nyaya menempuh jalan penelitian yang analitis dan kritis terhadap pengetahuan tentang kebenaran itu sendiri.



1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut diatas, penulis dapat merumuskan beberapa

masalah yang akan diuraikan dalam Bab pembahasan yaitu :

1.2.1 Bagaimana pokok-pokok ajaran Nyaya ?

1.2.2 Bagaimana metafisika Nyaya ?

1.2.3 Bagaimana epistemologi Nyaya ?

1.2.4 Bagaimana relevansi etika Nyaya dalam kehidupan ?



1.3 Tujuan

Dalam penyusunan paper ini adalah dilatar belakangi oleh tujuan yang ingin penulis wujudkan. Adapun tujuan penyusunan paper ini terbagi kedalam tujuan umum dan tujuan khusus.



1.3.1 Tujuan umum

Tujuan umum penyusunan paper ini adalah untuk menambah pengetahuan dan memperluas wawasan pemahaman tentang Darsana.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus penyusunan paper ini adalah sebagai berikut :

1.3.2.1 Untuk mengetahui pokok-pokok ajaran Nyaya

1.3.2.2 Untuk mengetahui metafisika Nyaya

1.3.2.3 Untuk mengetahui epistemologi Nyaya

1.3.2.4 Untuk mengetahui relevansi etika Nyaya dalam kehidupan



1.4 Manfaat

Manfaat Penulisan paper ini dibagi atas manfaat teoritis dan manfaat praktis.

1.4.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis, manfaat yang didapatkan melalui penyusunan paper ini adalah dapat menambah pengetahuan dan memperluas wawasan pemahaman tentang Darsana.

1.4.2 Manfaat Praktis

1.4.2.1 dapat mengetahui pokok-pokok ajaran Nyaya

1.4.2.2 dapat mengetahui metafisika Nyaya

1.4.2.3 dapat mengetahui epistemologi Nyaya

1.4.2.4 dapat mengetahui relevansi etika Nyaya dalam kehidupan

BAB II

PEMBAHASAN



2.1 Pokok-pokok Ajaran Nyaya

Dalam sistem Nyaya ada dua pemikiran tentang penyebarluasan cita-cita yang ada dalam kitab Nyaya-sutra yang berasal dari dua sekolah yang berbeda, yaitu sekolah kuno dan modern dari Nyaya. Sekolah kuno dari Nyaya mengajarkan tentang cara mengembangkan cita-cita yang ada dalam Nyaya sutra. Gotama itu melalui beberapa proses yaitu : menyerang, membalas serangan, dan bertahan disebut pula dengan nama pracina-nyaya. Sedangkan dalam sekolah modern dari Nyaya yang juga dusebut dengan Nawya-Nyaya,menyebarkan cara penyebarluasan cita-cita yang ada dalam Nyaya-sutra itu melalui bentuk pemikiran yang logis yaitu perpaduan antara konsep, waktu dan cara pemecahannya. Dalam perkembangannya kedua ajaran dari sekolah Nyaya yang berbeda itu dipadukan menjadi satu sistem yang disebut Nyaya-Waisasika.

Selanjutnya sistem Nyaya mengemukakan ada 16 pokok pembicaraan (padartha) yang perlu diamati dengan teliti, yaitu : pramana, prameya, samsaya, prayojana, drstanta, siddhanta, awayaya, tarka, nirnaya, wada, jalpa, witanda, hetwabhawa, chala, jati, dan nigrahastana. Penjelasan singkat dari setiap padartha ini adalah sebagai berikut :

1 Pramana adalah suatu jalan untuk mengetahui sesuatu secara benar.

2 Prameya adalah sesuatu yang berhubungan dengan pengetahuan yang benar atau obyek dari pengetahuan yang benar, yaitu kenyataan.

3 Samsaya atau keragu-raguan terhadap suatu pernyataan yang tidak pasti. Keragu-raguan ini terjadi karena pandangan yang berbeda terhadap suatu obyek, sehingga pikiran tidak dapat memutuskan tentang wujud obyek itu dengan jelas.

4 Prayojana yaitu akhir penglihatan seseorang terhadap suatu benda yang menyebabkan kegagalan aktivitasnya untuk mendapatkan benda tersebut.

5 Drstanta atau suatu contoh yang berasal dari fakta yang berbeda sebagai gambaran yang umum. Hal ini biasa digunakan dan diperlukan dalam suatu diskusi untuk mendapatkan kesamaan pandangan.

6 Siddhanta atau cara mengajarkan sesuatu melalui satu sistem pengetahuan yang benar. Sistem pengetahuan yang benar adalah sistem Nyaya yang mengajarkan bahwa Atman atau jiwa itu adalah substansi yang memiliki kesadaran yang berbeda dengan hal-hal yang bersifat keduniawian.

7 Awaya atau berfikir yang sistematis melalui metode-metode ilmu pengetahuan. Berfikir yang sistematis akan melahirkan suatu kesimpulan yang dapat diterima oleh rasio dan mendekati kenyataan.

8 Tarka atau alasan yang dikemukakan berdasarkan suatu hipotesa untuk mendapatkan suatu kesimpulan yang benar. Ini adalah suatu perkiraan, sehingga kadang kala kesimpulan yang diperoleh bertentangan atau mendekati kenyataan yang sebenarnya.

9 Nirnaya adalah pengetahuan yang pasti tentang sesuatu yang diperoleh melalui metode ilmiah pengetahuan yang sah.

10 Wada adalah suatu diskusi yang didasari oleh perilaku yang baik dan garis pemikiran yang rasio untuk mendapatkan suatu kebenaran.

11 Jalpa adalah suatu diskusi yang dilakukan oleh suatu kelompok yang hanya untuk mencapai kemenangan atas yang lain, tetapi tidak mencoba untuk mencari kebenaran.

12 Witanda adalah sejenis perdebatan dimana lawan berdebat itu tidak mempertahankan posisi tetapi hanya melakukan penyangkalan atas apa yang dikatakan oleh lawan debatnya itu.

13 Hetwabhasa adalah suatu alasan yang kelihatannya masuk akal tetapi sebenarnya tidak atau dapat diartikan sebagai suatu kesimpulan yang salah.

14 Chala adalah suatu penjelasan yang tidak adil dalam suatu usaha untuk mempertentangkan suatu pernyataan antara maksud dan tujuan,jadi sesuatu yang perlu dipertanyakan.

15 Jati adalah suatu jawaban yang tidak adil yang didasarkan pada analogi yang salah.

16 Nigrahasthana adalah sesuatu kekalahan dalam berdebat.

Didalam usahanya untuk mengetahui dunia ini, pikiran dibantu oleh indriya. Karena pendiriannya yang demikian, maka sistem Nyaya disebut sistem yang realistis.

Menurut Nyaya tujuan hidup tertinggi adalah kelepasan yang akan dicapai melalui pengetahuan yang benar. Apakah pengetahuan itu benar atau tidak hal itu tergantung dari alat-alat yang dipakai untuk mendapatkan pengetahuan tadi.



2.2 Metafisika Nyaya

Dalam metafisika Nyaya membicarakan tentang terjadinya alam semesta dan ketuhanan dalam ajaran Nyaya. Alam semesta menurut Nyaya terjadi dari gabungan atom-atom catur bhuta yaitu tanah, air, udara, dan api serta ditambah dengan akasa, waktu dan ruang yang merupakan substansi yang abstrak. Tuhanlah yang menciptakan alam semesta beserta isinya dengan menggabungkan atom-atom catur bhuta dengan substansi yang abstrak itu. Tuhan bukan saja sebagai pencipta tetapi juga sebagai pemelihara dan pelabur alam semesta. Tujuan diciptakan alam semesta ini menurut Nyaya adalah untuk tempat sang jiwa menikmati karmawasananya yang berupa kedukaan dan kesenangan.

Keberadaan Tuhan oleh Naiyayikas disebutkan bahwa Tuhan bersifat pribadi atau imanen dalam artian wujud Tuhan dapat ditangkap oleh pikiran, perasaan dan dapat diberi atribut. Dengan adanya Tuhan sebagai pencipta, pemelihara dan pelebur semua ini termasuk sifat Tuhan yang berpribadi (Personal God). Untuk meykinkan tentang keberadaan Tuhan itu Nyaya menunjuk beberapa bukti tentang hal tersebut yaitu; adanya sebab dan akibat, adanya adrsta, dan adanya pernyataan dari kitab suci Weda. Semua yang ada didunia ini merupakan akibat yang sebabnya adalah Tuhan. Adanya perbedaan nasib seseorang di dunia ini disebabkan oleh pahala perbuatan dari suatu kehidupan ke kehidupan yang lain yang mesti mereka nikmati, semua ini merupakan adrsta, pernyataan kitab suci Weda yang dipandang sebagai wahyu Tuhan adalah sangat meyakinkan bahwa Tuhan itu benar-benar ada, walupun dajam wujud yang sangat rahasia. Semua yang ada di alam semesta ini dan sesudahnya tidaklah dapat dilepaskan dari Tuhan sebagai yang maha tahu, maha kuasa dan maha mulia.



2.3 Epistemologi Nyaya

Dalam sistem Nyaya ada empat alat untuk mendapatkan pengetahuan yang benar yaitu, pratyaksa, anumana, upamana dan sabda. Pratyaksa atau pengamatan memberi pengetahuan kepada kita tentang sasaran yang diamati menurut ketentuan dari sasaran itu masing-masing. Umpamanya, pohon itu tinggi, bola itu bulat dan sebagainya. Pengetahuan semacam itu ada karena adanya hubungan indriya dengan sasaran yang diamati. Pengamatan dapat pula terjadi tanpa pertolongan indria, hal semacam ini disebut pengamatan yang bersifat transenden. Pengamatan transenden hanya dimiliki oleh yogi yang sempurna yoganya, dengan demikian ia memiliki kekuatan gaib yang memungkinkan ia dapat berhadapan dengan sasaran yang membatasi indriya. Pengamatan ada dua macam yaitu nirwikalpa dan sawikalpa. Nirwikalpa ialah pengamatan yang hanya sebagai sasaran tanpa penilaian, sedangkan sawikalpa ialah pengamatan yang disertai dengan penilaian. Sesuatu yang diamati bukan saja sifat-sifatnya, jenisnya, bahkan juga hal yang tidak berada (abhawa).

Anumana adalah pengetahuan yang diperoleh dengan penyimpulan. Pengetahuan yang diperoleh melalui anumana memerlukan sesuatu yang berada diantara yang mengamati dan sasaran yang diamati. Dengan kata lain pengetahuan dari anumana memerlukan bantuan pengetahuan lain, tanpa itu tidak mungkin ia dapat mengenukakan suatu kebenaran. Tujuan dari kesimpulan yang diambil adalah untuk meyakinkan orang lain atau diri sendiri.

Upamana adalah alat pengetahuan yang menyebabkan seseorang tahu adanya kesamaan antara dua hal. Perbandingan menghasilkan pengetahuan tentang adanya hubungan nama dengan sasaran yang diberi nama itu.

Sabda atau kesaksian merupakan pramana keempat dari Nyaya. Kesaksian ada dua macam yaitu kesaksian manusia atau laukika dan kesaksian waidika atau Weda. Diantara kedua kesaksian ini, kesaksian Weda dipandang sebagai yang paling sempurna dan tidak dapat salah.

Disamping pramana ada pula yang disebut dengan apramana yaitu, smrti(ingatan), samsaya(keragu-raguan), bhrama atau wiparyaya (kesalahan), dan tarka (hipotesa). Yang menjadi obyek dari pengetahuan yang benar itu adalah jiwa atau Atman, badan, indriya, budhi, pikiran (manas), perasaan, dosa (perbuatan yang tidak baik), pratyabhawa (kelahiran kembali), phala (buah perbuatan), dukha (penderitaan) dan apawarga (bebas dari penderitaan).



2.4 Relevansi Etika Nyaya Dalam Kehidupan

Dalam etikanya Nyaya mengajarkan agar seseorang berbuat baik dalam hidupnya sehingga dengan demikian akan terwujud hidup yang harmonis. Mengenai ajaran ini telah diwujudkan melalui pelaksanaan Tri Hita Karana yang pembagiannya adalah parhyangan, pawongan dan palemahan.

Parhyangan merupakan hubungan yang harmonis dengan Tuhan. Hal ini diwujudkan dengan dibangunnya tempat suci untuk melakukan pemujaan terhadap Tuhan yang maha esa / Ida Sang hyang Widhi Wasa yang disebut dengan Pura. Hubungan yang harmonis juga dilakukan dengan pemujaan melalui upacara yang dilaksanakan.

Pawongan merupakan hubungan harmonis yang dilakukan antara manusia dengan manusia. Wujudnya adalah dengan pembentukan organisasi Desa Pekraman, Sekaa Teruna dan sekaa-sekaa yang lainnya yang merupakan wadah untuk melakukan interaksi antar manusia di Bali. Hal lain yang dilakukan sebagai wujud dari pawongan adalah adanya tradisi suka-dukha.

Palemahan merupakan hubungan harmonis yang dilakukan oleh manusia dengan lingkungan/alam. Wujudnya adalah dengan adanya penyelenggaraan tumpek wariga, dimana tumpek ini merupakan hari untuk melaksanakan upacara penghormatan terhadap tumbuh-tumbuhan.

Nyaya mengakui adanya Atman atau jiwa perorangan yang jamak,dan suci, tetapi setelah mereka berhubungan dengan tubuh dan dunia ini maka terjadilah karma wasana. Karmawasana ini akan dinikmati dalam hidup di dunia ini yang berupa kesengsaraan dan kesenangan. Maka atas dasar itulah dunia ini diciptakan dengan tujuan agar jiwa perorangan dapat menikmati pahala dari karma yang baik dan buruk sesuai dengan perbuatannya masing-masing.

Tujuan tertinggi dari ajaran Nyaya adalah untuk mencapai kebebasan atau kelepasan. Jalan yang ditempuh untuk sampai kepada hal tersebut adalah melalui upacara keagamaan yang sesuai dengan petunjuk kitab suci Weda, perilaku yang baik dan meditasi kepada Tuhan. Kebebasan dapat pula dicapai semasih manusia hidup di dunia yang disebut dengan mukti, tetapi kebebasan yang mutlak akan dicapai setelah Atman atau jiwa meninggalkan badan jasmani. Hanya dengan perilaku yang baik, melakukan upacara keagamaan dan meditasi seseorang akan melepaskan diri dari Mithya jnana yaitu kebodohan terhadap kebenaran, raga, dvesa, dan moha yang muncul dari pikiran. Maka dari itu pikiran harus selalu diawasi dan disucikan. Upacara keagamaan ini sangat relevan di Bali. Hal ini dapat dilihat dari cara-cara masyarakat Bali yang beragama Hindu dalam mendekatkan diri dengan Tuhan adalah melalui upacara yadnya. Upacara yadnya yang dilaksanakan di Bali terbagi atas lima macam yadnya yang disebut dengan panca yadnya. Pembagian dari panca yadnya ini yaitu ; Dewa yadnya, yaitu korban suci secara tulus iklas kehadapan Tuhan ; Pitra yadnya, yaitu korban suci secara tulus iklas kepada para leluhur ;Rsi yadnya, yaitu korban suci secara tulus iklas yang ditujukan kepada guru spiritual ;manusa yadnya, yaitu korban suci secara tulus iklas yang ditujukan kepada sesama manusia ;Bhuta yadnya,yaitu korban suci secara tulus iklas kepada para bhuta ( kekuatan alam, dan mahluk

yang derajatnya dibawah manusia).

BAB III

PENUTUP



3.1 Simpulan

Dari pembahasan tersebut diatas maka penulis dapat memberikan kesimpulan sebagai berikut :

Sistem Nyaya mengemukakan ada 16 pokok pembicaraan (padartha) yang perlu diamati dengan teliti, yaitu : pramana, prameya, samsaya, prayojana, drstanta, siddhanta, awayaya, tarka, nirnaya, wada, jalpa, witanda, hetwabhawa, chala, jati, dan nigrahastana.

Tuhanlah yang menciptakan alam semesta beserta isinya dengan menggabungkan atom-atom catur bhuta dengan substansi yang abstrak. Tujuan diciptakan alam semesta ini menurut Nyaya adalah untuk tempat sang jiwa menikmati karmawasananya yang berupa kedukaan dan kesenangan. Keberadaan Tuhan oleh Naiyayikas disebutkan bahwa Tuhan bersifat pribadi atau imanen dalam artian wujud Tuhan dapat ditangkap oleh pikiran, perasaan dan dapat diberi atribut.

Dalam sistem Nyaya ada empat alat untuk mendapatkan pengetahuan yang benar yaitu, pratyaksa, anumana, upamana dan sabda. Disamping pramana ada pula yang disebut dengan apramana yaitu, smrti(ingatan), samsaya(keragu-raguan), bhrama atau wiparyaya (kesalahan), dan tarka (hipotesa). Yang menjadi obyek dari pengetahuan yang benar itu adalah jiwa atau Atman, badan, indriya, budhi, pikiran (manas), perasaan, dosa (perbuatan yang tidak baik), pratyabhawa (kelahiran kembali), phala (buah perbuatan), dukha (penderitaan) dan apawarga (bebas dari penderitaan).

Dalam etikanya Nyaya mengajarkan agar seseorang berbuat baik dalam hidupnya sehingga dengan demikian akan terwujud hidup yang harmonis. Mengenai ajaran ini telah diwujudkan melalui pelaksanaan Tri Hita Karana. Tujuan tertinggi dari ajaran Nyaya adalah untuk mencapai kebebasan atau kelepasan melalui upacara keagamaan yang sesuai dengan petunjuk kitab suci Weda, perilaku yang baik dan meditasi kepada Tuhan. Upacara keagamaan ini sangat relevan di Bali. Hal ini dapat dilihat dari cara-cara masyarakat Bali yang beragama Hindu dalam mendekatkan diri dengan Tuhan adalah melalui upacara yadnya.



3.2 Saran-saran

Sesuai dengan uraian dalam bab pembahasan diatas, penulis meberikan saran-saran sebagai berikut :

Sebagai penganut Hindu marilah kita mulai berfikir secara rasio dalam melakukan segala sesuatu untuk mendapatkan suatu tujuan melalui kebenaran Agama. Agama Hindu dengan kitab sucinya yaitu weda merupakan suatu ajaran kebenaran yang dapat diuji secara metode ilmiah. Dengan demikian kita patut untuk memahami serta menjalankan ajaran suci yang terkandung dalam kitab suci weda tersebut. Apabila kita mampu untuk menjalankannya, niscaya kita akan mencapai kelepasan atau setidaknya kita akan mengalami mukti atau kebahagiaan yang abadi karena kebebasan semasa hidup.



DAFTAR PUSTAKA





- Titib, I Made. 2001.Pengantar Weda Untuk Program D.II. Jakarta : Hanuman Sakti

- Sumawa,I Wayan,DKK.Th. Modul Pembelajaran Pengantar Darsana.

- Tim. 2005. Panca Yadnya. Badung : tim penggerak PKK Kabupaten Badung Dalam Rangka Pendalaman Sraddha

- Sudarsana, I Ketut. 2006. Pengantar Upanisad. IHDN

 
  1. PENGERTIAN ASTA AISWARYA
sebelum membahas pengertian Asta Aiswarya, kita perlu tahu "apa atau siapa Tuhan itu???"


Untuk mengetahuinya, ada sloka-2 yang membahasnya, diantaranya :


"JANMADHYASYA YATAH"
Artinya :
"(Tuhan ialah) dari mana mula (asal) semua ini"

  1. PENGERTIAN ASTA AISWARYA
  2. BAGIAN-BAGIAN ASTA AISWARYA


Delapan sifat kemahakuasaan Tuhan, yaitu :
  • ANIMA artinya sifat tuhan maha kecil, bahkan lebih kecil daripada atom.
  • MAHIMA artinya sifat tuhan maha besar, segala tempat dipenuhi oleh-Nya dan tiada ruang yang kosong oleh-Nya.
  • LAGHIMA artinya sifat tuhan maha ringan bahkan lebih ringan daripada ether
  • PRAPTI artinya dapat menjangkau segala tempat.
  • PRAKAMYA artinya segala kehendak dan keinginan-Nya akan terwujud.
  • ISITWA artinya Tuhan maha utama dan Maha Mulia.
  • WASITWA artinya sifat Tuhan Maha Kuasa
  • YATRA KAMA WASAYITWA artinya segala kehendaknya akan terlaksana dan tidak ada yang dapat menentang kodratNya. Kodrat artinya takdir, dan takdir adalah kehendak Tuhan (Rta).